SEJARAH
PERKEMBANGAN TEORI ATOM
Pada awalnya gagasan tentang atom dikemukakan oleh
Demokritus dan Leukipos. Mereka menganggap bahwa pembagian materi bersifat
diskontinu, jika suatu materi dibagi dan dibagi lagi maka pada akhirnya akan
diperoleh partikel terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, partikel kecil
tersebut disebut atom (a = tidak ; tomos = terbagi).
2000 tahun kemudian (1803) barulah John Dalton
menempatkan konsep atom secara kokoh menjadi konsep pokok keilmuan kimia.
Menurut Dalton:
·
Atom berupa bola yang amat kecil, tidak
dapat dibelah, tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat diciptakan.
·
Atom merupakan bagian terkecil dari
suatu unsure
·
Suatu unsur terdiri dari atom-atom yang
identik
·
Atom-atom suatu unsur berbeda dengan
atom-atom dari unsur lain
·
Dalam reaksi kimia, atom-atom tidak
mengalami perubahan, yang berubah hanyalah susunan atom-atom.
Melalui teori atomnya Dalton dapat menjelaskan
prilaku materi yang mengalami perubahan kimia ( Hukum dasar kimia ).
Hukum lavoiser ( Hukum kekekalan massa ) berbunyi:
”Pada
reaksi kimia, massa zat sebelum dan setelah reaksi adalah sama”
Contoh : Beberapa massa H2O yang terbentuk dari 4 gram H
dan 18 gram O2?
Jawab :
2H + ½ O2 H2O
4 gram 18 gram 22 gram
Teori atom Dalton menjelaskan bahwa atom tidak dapat
dimusnahkan atau diciptakan atau diubah menjadi atom lain. Dengan kata lain
jenis dan jumlah atom sebelum dan sesudah reaksi sama (tidak ada perubahan
massa)
Hukum Proust (Hukum Perbandingan Tetap) berbunyi:
“Dalam
suatu senyawa perbandingan massa unsur-unsur penyusunnya selalu tetap“
Contoh : Perbandingan massa unsur H, S dan O di dalam H2SO4
selalu tetap, yaitu:
H : S : O
(2x) : (1x32) : (4x16) = 2 : 32 : 64
= 1 : 16 : 32
Menurut Dalton senyawa terbentuk dari penggabungan
atom-atom dengan perbandingan tertentu. Karena atom-atom suatu unsur identik
maka jika perbandingan jumlah atomnya tertentu maka perbandingan massanya pun
tertentu pula.
Pada perkembangan selanjutnya, ditemukan berbagai
fakta yang tidak dapat dijelaskan oleh teori atom Dalton, seperti masalah sifat
listrik dari materi, spektrum unsur, masalah pembentukan ikatan kimia dan
lain-lain sebagainya.
Pada tahun 1897 ditemukanlah adanya elektron dalam
atom oleh Joseph John Thomson melalui percobaannya yang menggunakan tabung
pengawa muatan. Menurut Thomson:
·
Elektron merupakan komponen pokok
penyusun materi
·
Semua atom mengandung electron
·
Atom terdiri atas materi bermuatan
positif dan elektron tersebar merata didalamnya. Secara keseluruhan atom
bersifat netral.
Model atom Thomson ini disebut juga model ”plum-pudding”
(roti kismis).
Kemudian pada tahun 1910 Ernest Rutherford bersama
kedua orang asistennya, Hans Geiger dan Ernest Marsden, melakukan serangkaian
percobaan untuk mengetahui lebih banyak tentang susunan atom. Mereka menembak
lempeng logam tipis (emas) dengan partikel sinar alfa berenergi tinggi. Dari
pecobaan mereka menemukan bahwa sebagian besar partikel alfa dapat menembus
logam tanpa mengalami pembelokan yang berarti, sebagian kecil mengalami
pembelokan yang cukup besar, dan beberapa diantaranya dipantulkan. Penemuan ini
spontan menyebabkan gugurnya teori atom Thomson.
Dari penemuannya Rutherford berasumsi:
·
Atom terdiri dari inti yang bermuatan
positif yang berada pada pusat atom. Massa atom terpusat pada inti.
·
elektron bergerak mengitari inti seperti
halnya tata surya.
Akan tetapi teori atom Rutherford ini tidak sesuai dengan teori
dinamika klasik yang menyatakan:
”Jika
partikel bermuatan bergerak cepat maka partikel tersebut akan kehilangan energi
dalam bentuk radiasi. Jadi, jika elektron bergerak mengelilingi inti, maka lama
kelamaan elektron tersebut akan jatuh ke inti”.
Karena belum bisa mejelaskan kestabilan elektron
mengelilingi inti atom mengakibatkan teori atom Rutherford belum diterima pada
saat itu.
Selanjutnya teori atom Rutherford disempurnakan oleh
Neils Bohr. Dengan menerapkan teori kuantum Planck, Bohr menerangkan spektrum
atom Hidrogen. Menurut Bohr:
·
Elektron mengelilingi inti pada lintasan
tertentu, yaitu lintasan yang memberikan momentum sudut sebesar
, dimana h = tetapan Planck
= 6,63 x 10-34J/s.
·
Energi elektron dalam lintasan
berbanding lurus dengan jarak lintasan dari inti. Makin jauh lintasan dari
inti, makin tinggi tingkat energi lintasan. Selama elektron berada pada
lintasannya elektron tidak melepas dan menyerap energi.
·
Jika elektron menyerap energi maka
elektron pindah ke lintasan yang tingkat energinya lebih tinggi. Dan jika
elektron pindah dari lintasan dengan tingkat energi tinggi ke lintasan dengan
tingkat energi rendah, maka elektron akan memancarkan energi dalam bentuk
radiasi.
Teori atom Bohr ini menjadi penting karena telah
dapat menggambarkan adanya tingkat tingkat energi dalam atom. Akan tetapi,
teori atom Bohr tidak dapat menjelaskan spektrum atom berelektron banyak, efek
Zeeman dan sifat keperiodikan unsur.
Untuk menerangkan kelemahan teori atom Bohr, maka
lahirlah teori atom baru ”teori atom mekanika kuantum” yang ditopang oleh
hipotesa De Broglie dan Azas ketidakpastian Heisenberg.
Hipotesa De Broglie berbunyi:
”elektron
dalam atom dapat dipandang sebagai partikel dan sebagai gelombang”
Azas ketidakpastian Heisenberg berbunyi:
”tidak
mungkin menentukan kecepatan sekaligus posisi yang pasti dari elektron dalam
ruang, yang dapat ditentukan adalah kebolehjadian menemukan elektron pada jarak
tertentu dari inti”
Daerah kebolehjadian menemukan elektron disebut
orbital. Pada tahun 1926, Erwin Schrodinger berhasil merumuskan persamaan
gelombang yang menggambarkan orbital, dimana setiap orbital mempunyai bentuk
dan energi tertentu. Satu orbital dapat ditempati oleh maksimal 2 elektron.
Kedudukan
elektron dalam atom dijelaskan oleh 4 bilangan kuantum:
1. bilangan kuantum utama (n) yang menyatakan
tingkat energi
2. bilangan kuantum azimuth (l) yang menyatakan
orbital
3. bilangan kuantum magnetik (m) yang menyatakan orientasi
orbital dalam ruang
4. bilangan kuantum spin (s) yang menyatakan spin
elektron.