TUGAS ANTROPLOGI : Kebudayaan dan Masyarakat




KATA PENGANTAR


            Dalam memenuhi tugas Antropologi pada materi Kebudayaan dan Masyarakat, makalah ini ditulis dengan tema “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan”. Makalah ini dibuat agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan didalam menyelenggarakan Pementasan Pewayangan yang saat ini masih sering dipentaskan di lingkungan tempat tinggal Penulis. Makalah ini ditulis Penulis untuk menceritakan kebudayaan masyarakat di tempat tinggal Penulis yang sampai sekarang masih dijaga dan ditaati kelestariannya.

            Dalam penulisan ini banyak melibatkan pihak dalam membantu Penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Ibu  Dra. Wahyu Wirasati.
3.      Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Tiada gading yang tak retak, tiada hal yang sempurna. Begitu pula dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran dari Pembaca untuk membangun agar lebih baik lagi.



                                                                        BAB I
PENDAHULUAN



A.   Latar Belakang.

Dalam penulisan makalah ini Penulis mengambil tema “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Tokoh Damar Wulan” karena sejak dulu atau zaman nenek moyang sampai sekarang disarankan tidak boleh menyelenggarakan Pewayangan dengan tokoh Damar Wulan. Sampai sekarang secara turun-temurun tidak ada satu pun masyarakat yang berani melanggarnya. Konon, apabila melanggarnya maka akan terjadi musibah yang akan terjadi di desa Katekan III (tempat tinggal Penulis).
Pada dahulu kala (zaman nenek moyang) di desa Katekan III diyakini sebagai tempat pertapaan Damar Wulan untuk memperoleh “Wesi kuning”. Tujuan Damar Wulan ingin mendapatkan Wesi Kuning tersebut adalah untuk mengalahkan kekuatan Minak Jinggo. Tempat pertapaan Damar Wulan tepatnya di “Gua Palu Ombo”.
Konon, Jika ada salah seorang atau keluarga yang telah melanggar adat yang telah turun-temurun dari nenek moyang maka musibah atau bencana akan terjadi di desa katekan III atau sebuah keluarga yang telah melanggar adat tersebut.


B.   Rumusan Masalah.

Jika semakin banyak masyarakat di desa Katekan III yang kurang mengetahui “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon damar Wulan”, maka akan berakibat buruk pada generasi penerus atau anak cucu dari warga yang bertempat tinggal di desa Katekan III.
Agar Penulis tidak memiliki suatu kendala, maka Penulis menyelesaikan makalah ini dengan mempelajari ruang lingkup sebagai berikut :
1.      Pengertian “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan” oleh nenek moyang kita.
2.      Dampak jika ada salah seorang yang melanggar warisan nenek moyang secara turun-temurun.
3.      Tanggapan masyarakat dengan adanya “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan”.



C.   Manfaat Penelitian.

Manfaat penelitian bagi Penulis adalah agar Penulis dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon atau Tokoh Damar Wulan  yang sejak zaman nenek moyang sudah ada dan harus dijaga kelestariannya agar sebagai generasi pemuda juga memahami dan tidak melakukan kesalahan atau melanggar adat nenek moyang kita. karena apabila larangan itu telah dilanggar maka akan berdampak buruk bagi masyarakat di desa Katekan III, keluarga atau orang yang telah melanggar larangan tersebut.
Selain itu juga bermanfaat bagi para Pembaca yaitu dapat mengetahui adat-istiadat di desa Katekan III, Kecamatan Brati, Kabupaten grobogan yang tidak diketahui oleh masyarakat luar sebelumnya.


D.   Tujuan Penelitian.

Dalam menyusun makalah ini Penulis mempunyai beberapa tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan khusus yaitu sebagai berikut :
1.      Tujuan umum
-          Memberikan pengetahuan kepada generasi penerus tentang adanya Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan.
2.      Tujuan khusus
-          Menghormati dan menjaga kebudayaan yang secara turun-temurun diwariskan, dilestarikan dan ditaati oleh masyarakat desa Katekan III.


C. Cara Penelitian.

            Cara penelitian dan instumen, Penulis mengambil cara bertanya kepada nara sumber atau orang tua secara langsung yang mengetahui asal mula adat “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan”




                                                                        BAB II
PEMBAHASAN / ISI



A.   Pengertian Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan.

Pewayangan diartikan sebagai salah satu kebudayaan khas Jawa yang biasanya dipentaskan dalam bentuk wayang kulit yang terbuat dari kulit hewan. Atau juga dapat dipentaskan dalam bentuk Ketropak. Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan di desa Katekan III sudah ada sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman dahulu, telah terjadi pertempuran antara Damar Wulan dan Minak Jinggo. Kekuatan yang telah dimiliki oleh Damar Wulan ternyata tidak mampu mengalahkan kesaktian dan keampuhan yang dimiliki oleh Minak Jinggo. Satu-satunya Pusaka yang dapat mengalahkan dan menghancurkan Minak Jinggo adalah Pusaka “Wesi kuning”. Untuk mendapatkan Pusaka Wesi Kuning tidaklah mudah, Damar Wulan harus bertapa di suatu Gua. Lalu di tempat Gua yang disebut “Palu Ombo” telah dijadikan tempat bertapa Damar Wulan untuk mendapatkan pusaka “Wesi Kuning”. Pusaka itu diyakini mempunyai kekuatan yang sangat besar yang dapat memusnahkan Minak Jinggo. Akhirnya Damar Wulan telah berhasil mendapatkan Pusaka Wesi Kuning setelah bertapa selama 40 hari. Setelah mendapatkan Pusaka itu, Damar Wulan kembali bertarung dengan Minak Jinggo. Dengan pertarungan yang sangat dahsyat, akhirnya Minak Jinggo dapat dikalahkan dengan Pusaka Wesi Kuning yang dimiliki oleh Damar Wulan. Setelah itu Damar Wulan memutuskan untuk bertempat tinggal di tempat pertapaannya yaitu Palu Ombo.
Dan setiap tanggal 10 Syuro masyarakat di desa Katekan III selalu mengadakan “Slametan” atau biasa disebut “Bancaan”. Karena menurut nenek moyang, hal itu dapat mencegah terjadinya bencana yang akan terjadi di desa Katekan III yang tepatnya di dusun Pager  Gunung (tempat tinggal Penulis). Jadi, sampai sekarang ini di desa Katekan III tidak ada warga atau masyarakat yang berani melanggar Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan. Warga atau masyarakat di desa Katekan III biasanya mengadakan Pentas Seni Pewayangan dengan tokoh Ariyo Penangsang, Mahabarata atau yang lain selain Tokoh Damar Wulan. Hal itu untuk menjaga keselamatan yang mementaskan Pewayangan ataupun masyarakat sekitar di desa Katekan III.
Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan sudah menjadi tradisi turun-temurun dari nenek moyang ke anak cucunya di desa Katekan III.
B.   Dampak Jika Ada Warga Atau Masyarakat yang Melanggar Warisan Nenek Moyang Tentang Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan.

Sampai sekarang ini belum ada warga atau masyarakat yang telah berani melanggar tradisi Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan. karena hal itu untuk menjaga keselamatan warga atau masyarakat di desa Katekan III.
Konon, jika ada salah seorang warga atau masyarakat yang melanggar Larangan Pementasan dengan Lakon Damar Wulan maka akan terjadi musibah bagi seseoarang itu sendiri atau masyarakat sekitar Katekan III.
·         Bagi diri sendiri.
Jika ada salah seorang warga yang mementaskan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan maka akan berakibat :
-          Mengalami kematian bagi orang yang telah melanggarnya.
-          Jika acara Pernikahan, Pernikahannya tidak akan langgeng.
·         Bagi masyarakat sekitar, konon akan terjadi :
-          Banjir besar.
-          Gunung meletus.
-          Ular dan air akan terus keluar bertaburan dari letusan Gunung.
-          Atau akan mengalami kemarau panjang.


C.   Tanggapan Masyarakat dengan adanya Larangan Pementasan Pewayangan dengan Tokoh Damar Wulan.

Menurut masyarakat, tradisi atau adat yang secara turun-temurun oleh nenek moyang ada baiknya dilestarikan, dijaga dan dipatuhi agar di desa Katekan III tidak terjadi bencana. Meski sebenarnya keselamatan, rejeki serta jodoh sudah ada yang mengatur yaitu Allah SWT tapi tidak ada salahnya jika warga masyarakat di desa Katekan III terus melestarikan dan menjaga tradisi atau adat yang diwariskan nenek moyang kepada anak cucunya yang ada di desa Katekan III. Walau kebenaran Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan di desa Katekan III tidak diketahui secara pasti, tetapi kita harus menghargai dan mentaati adat atau tradisi budaya yang telah diwariskan nenek moyang kepada kita. Peranan masyarakat sangat penting untuk menjaga kelestarian adat itu agar tradisi budaya yang ditinggalkan nenek moyang tidak hilang dengan perkembangan zaman yang semakin modern.


BAB III
PENUTUP



A.   Kesimpulan.
Dari uraian diatas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa “Larangan Pementasan Pewayangan dengan Lakon Damar Wulan” di desa Katekan III masih tetap dijaga kelestariannya serta ditaati masyarakat sampai sekarang.


B.   Saran.
Bagi masyarakat di desa Katekan III, lestarikan tradisi atau adat kebudayaan yang kita miliki. Jangan sampai adat kebudayaan yang menjadi ciri khas desa Katekan III hilang karena perkembangan zaman yang semakin modern.




RIWAYAT HIDUP PENULIS


            Ayuk Lestari, lahir pada tanggal 17 Nopember 1990 di Grobogan, Jawa Tengah. Tempat tinggal di desa Katekan 3  RT. 02  RW.02, Kecamatan Brati Kab. Grobogan.
Pendidikan      :  - 26 Juni 2003, lulus SD N 3 Katekan.
-    26 Juni 2006, lulus SMP N 1 Grobogan.
-    13 Juni 2009, lulus SMA N 1 Grobogan.
Orang Tua       :  Karminto dan Ngaminah.
Saudara           :  -  Akib Sejati.
-    Arib Wibowo.
-    Anti Anggraeni.
Pengalaman     :  -  Sejak umur 11 tahun sampai 13 tahun pernah mengikuti Seni Tari.
-    Pernah mengikuti Organisasi KAPA (Kegiatan Aksi Penyuluhan Anti-Narkoba) di SMA N 1 Grobogan.
Share This Article
Komentar Anda