Sengketa Internasional
Sengketa
Internasional (internasional dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara
Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan
badan-badan/lembaga yang menjadi subjek hukum internasional.
A. Penyebab
Sengketa Internasional
Sengketa
internasional bisa terjadi karena berbagai sebab, diantaranya:
· Perbedaan
penafsiran mengenai isi perjanjian iinternasional
· Perebutan
sumber-sumber ekonomi
· Perebutan
pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional maupun internasional.
· Adanya
intervensi terhadap kedaulatan Negara lain
· Penghinaan
terhadap harga diri bangsa.
Faktor penyebab
terjadinya konflik antarbangsa selama sejarah umat manusia dapat dideskripsikan
sbb:
a. sengketa
antarbangsa karena klaim tentang batas wilayah, terutama wilayah daratan.
Misalnya, konflik Irak-Kuwait dan Irak-Iran.
b. sengketa
antarbangsa karena klaim tentang kepemilikan sebuah pulau atau
gugusan pulau.
Misalnya, konflik antara Malaysia dan Indonesia dalam memperebutkan pulau
Sipadan-Ligitan.
c. sengketa
antarbangsa karena klaim tentang kepemilikan sumber air, terutama sungai. Kasus
ini banyak terjadi dikawasan Afrika.
d. sengketa antarbangsa
karena ambisi untuk menguasai wilayah daulat Negara lain berdasarkan
interpretasi sejarah yang berlebihan. Misalnya kasus invansi militer ke Irak
dan Kuwait.
e. sengketa
antarbangsa karena klaim atas kepemilikan laut dan batas-batas wilayah laut.
Contoh: konflik Indonesia-australia tentang celah timor.
f. sengketa
antarbangsa tentang masalah minyak bumi serta hak atas penguasaan. Misalnya
antara Irak dan Kuwait.
g. sengketa
antarabangsa karena perbedaan kepentingan ideology, politik, social, ekonomi
dan militer. Seperti terjadinya perang dingiin antara Uni Soviet dengan Amerika
Serikat.
h. sengketa
antarabangsa karena klaim atas kepemilikan wilayah strategis.misalnya antara
Pakistan dan India tentang wilayah khasmir.
i. sengketa
antarabangsa karena klaim tentang pelanggran terhadap perjanjian internasional
atau konvensi internasional. Misalnya kasus perang Amerika Serikat dengan
sekutunya melawan Irak.
B. penyelesaian
sengketa international
a. Penyelesaian
sengketa internasional secara politik
1). Negosiasi
Negosiasi
merupakan teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan paling
sederhana. Teknik negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga, hanya berpusat pada
diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Perbedaan persepsi yang
dimiliki oleh kedua belah pihak akan diperoleh jalan keluar dan menyebabkan
pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk dipecahkan.
2). Mediasi dan
jasa-jasa baik (Mediation and good offices)
Mediasi merupakan
bentuk lain dari negosiasi, sedangkan yang membedakannya adalah keterlibatan
pihak ketiga. Pihak ketiga hanya bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator),
komunikasi bagi pihak ketiga disebut good offices. Seorang mediator merupakan pihak
ketiga yang memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat guna
melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai. Mediasi
hanya dapat terlaksana dalam hal para pihak bersepakat dan mediator menerima
syarat-syarat yang diberikan oleh pihak yang bersengketa.
Perbedaan antara
jasa-jasa baik dan mediasi adalah persoalan tingkat. Kasus jasa-jasa baik,
pihak ketiga menawarkan jasa untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa
dan mengusulkan (dalam bentuk syarat umum) dilakukannya penyelesaian, tanpa
secara nyata ikut serta dalam negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu
penyelidikan secara seksama atas beberapa aspek dari sengketa tersebut.
Mediasi, sebaliknya, pihak yang melakukan mediasi memiliki suatu peran yang
lebih aktif dan ikut serta dalam negosiasi-negosiasi serta mengarahkan
pihak-pihak yang bersengketa sedemikian rupa sehingga jalan penyelesaiannya
dapat tercapai, meskipun usulan-usulan yang diajukannya tidak berlaku terhadap
para pihak
3). Konsiliasi
(Conciliation)
Menurut the
Institute of International Law melalui the Regulations the Procedur of
International Conciliation yang diadopsinya pada tahun 1961 dalam Pasal 1,
konsiliasi disebutkan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat
internasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya
permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian.
Istilah konsiliasi (conciliation) mempunyai arti yang luas dan sempit.
Pengertian luas konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di mana suatu
sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain atau
badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak.
Pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah
komite untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi
penyelesaian sengketa tersebut.
Menurut Shaw,
laporan dari konsiliasi hanya sebagai proposal atau permintaan dan bukan
merupakan konstitusi yang sifatnya mengikat. Proses konsiliasi pada umumnya
diberikan kepada sebuah komisi yang terdiri dari beberapa orang anggota, tapi
terdapat juga yang hanya dilakukan oleh seorang konsiliator.
4). Penyelidikan (Inquiry)
4). Penyelidikan (Inquiry)
Metode
penyelidikan digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara
mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua
bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan.
Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, badan ini akan dapat
mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.
Pada tanggal 18
Desember 1967, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi
yang menyatakan pentingnya metode pencarian fakta (fact finding) yang tidak
memihak sebagai cara penyelesaian damai dan meminta negara-negara anggota untuk
lebih mengefektifkan metode-metode pencarian fakta. Serta meminta Sekertaris
Jenderal untuk mempersiapkan suatu daftar para ahli yang jasanya dapat
dimanfaatkan melalui perjanjian untuk pencarian fakta dalam hubungannya dengan
suatu sengketa.
5). Penyelesaian
di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Amanat yang
disebutkan dalam Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, salah satu
tujuannya adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan
tersebut sangat terkait erat dengan upaya penyelesaian sengketa secara damai.
Isi Piagam PBB tersebut di antaranya memberikan peran penting kepada
International Court of Justice (ICJ) dan upaya penegakannya diserahkan pada
Dewan Keamanan. Berdasarkan Bab VII Piagam PBB, DK dapat mengambil
tindakan-tindakan yang terkait dengan penjagaan atas perdamaian. Sedangkan Bab
VI, Dewan Keamanan juga diberikan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang
terkait dengan penyelesaian sengketa. Melalui pasal 2 piagam PBB, anggota-anggota
PBB harus berusaha menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara
damai dan menghindarkan ancaman perang /penggunaan kekerasan.
6). Arbitrase
Arbitrase
merupakan penyelesaian sengketa secara damai yang dilakukan dengan cara
menyerahkan penyelesaian sengketa kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator
yang dipilih bebeas oleh pihak yang bersengketa.
Dalam proses
arbitrasi ada prosedur yang harus ditempuh yaitu:
· Masing-masing
Negara yang bersengketa tersebut menunjuk 2 arbitrator. Salah seorang
diantaranya boleh warga Negara mereka sendiri, atau didipilih dari orang-orang
yang dinominasikan oleh Negara itu sebagai anggota panel mahkamah arbitrasi.
· Para arbitrator
tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua dari pengadilan
arbitrasi tersebut.
· Putusan
diberikan melalui suara terbanyak.
7). Penyelesaian
yudisial
Adalah suatu
penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional yang
dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
Lembaga pengadilan internasional yang berfungsi sebaai organ penyelesaian
yudisial dalam masyarakat internasional adalah International Court of Justice.
C. Penyelesaian
Sengketa Internasional secara Kekerasan
1. Retorsi
Retorsi adalah
Pembalasan yang dilakukan oleh Negara terhadap tindakan yang tidak pantas yang
dilakukan oleh Negara lain. Balas dendam dilakukan dengan perbuatan-perbuatan
yang tidak bersahabat tetapi sah. Misalnya dengan cara menurunkan status
hubungan diplomatik, pencabutan privilege diplomatik, atau penarikan diri dari
kesepakatan-kesepakatan fiskal dan bea masuk
2. Perang dan
tindakan bersenjata non-perang
Perang dan
tindakan bersenjata non-perang merupakan Pertentangan yang disertai penggunaan
kekerasan dengan tujuan menundukkan lawan dan untuk membebankan syarat-syarat
penyelesaian suatu sengketa internasional.
3.
Tindakan-tindakan pembalasan
Pembalasan adalah
cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan oleh suatu Negara untuk
mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari Negara lain. Cara penyelesaian
sengketa tersebut adalah dengan melakukan tindakan pemaksaan kepada suatu
Negara untuk menyelesaikan sengketa yang disebabkan oleh tindakan illegal atau
tidak sah yang dilakukan oleh Negara tersebut.
4. Blokade secara
damai
Blokade secara
damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai biasanya dengan
memblokade pelabuhan agar Negara yang diblokir memenuhi permintaan ganti rugi
atas kerugian yang diderita oleh Negara yang memblokade.
5. intervensi
(intervention)
Intervensi adalah
cara untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan melakukan tindakan
campur tangan terhadap kemerdekaan politik Negara tertentu secara sah dan tidak
melanggar hukum internasional. Ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam kategori
intervensi sah adalah sbb:
· Intervensi
kolektif sesuai dengan piagam PBB
· Intervensi untuk
melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya
· Pertahanan diri
· Negara yang
menjadi objek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran
berat terhadap
hukum internasional.
Kesimpulan
Sengketa
Internasional (internasional dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara
Negara dengan Negara, Negara dengan individu-individu, atau Negara dengan
badan-badan/lembaga yang menjadi subjek hukum internasional. Sengketa
internasional bisa terjadi karena berbagai sebab, diantaranya:
· Salah satu pihak
tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional
· Perbedaan
penafsiran mengenai isi perjanjian iinternasional
· Perebutan
sumber-sumber ekonomi
· Perebutan
pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional maupun internasional.
· Adanya
intervensi terhadap kedaulatan Negara lain
· Penghinaan
terhadap harga diri bangsa.
Sengketa
internasional dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu secara politik dan
secara kekerasan. Secara politik, sengketa internasional dilaksanakan dengan
berbagai cara, yaitu : Negosiasi,Mediasi dan jasa-jasa baik (Mediation and good
offices),Konsiliasi (Conciliation),Penyelidikan (Inquiry),Penyelesaian di bawah
naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Penyelesaian yudisial.
Secara kekerasan,
sengketa internasional dilakukan dengan cara : Retorsi, Perang dan tindakan
bersenjata non-perang, Tindakan-tindakan pembalasan, Blokade secara damai, dan
intervensi (intervention)
Contoh Kasus Sengketa Internasional
Antara Negara Indonesia Dengan Malaysia
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpurpada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997, sementara pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden Soeharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di Malaysia.
Keputusan Mahkamah Internasional Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbanganeffectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.